Selasa, 14 September 2010

Sang Pencerah (2010)


Cast : Lukman Sardi, Zaskia A. Mecca, Ikranegara, Slamet Rahardjo Djarot, Agus Kuncoro, Sudjiwo Tedjo
Director : Hanung Bramantyo
Genre : Drama, Biopik
Rating : 7/10

Sangat jarang rasanya perfilman Indonesia mengangkat tema film biopik ke layar lebar. Yang saya ingat hanya Raden Ajeng Kartini, Tjoet Nja' Dhien, Marsinah dan Gie. Dari film-film yang saya sebutkan tadi hanya Gie yang baru saya tonton. Jika kita membandingkan dengan perfilman Hollywood sangat jauh memang. Tapi rasanya kita patut bercermin pada perfilman disana khususnya jika kita berbicara mengenai film biopik.

Banyak film biopik yang sudah diproduksi dan rata-rata film dengan tema seperti ini selalu memiliki kualitas yang bagus. Dan biasanya pula selalu masuk dalam jajaran nominasi di ajang-ajang festival khususnya bagi aktor/aktrisnya sendiri yang melakoni tokoh yang diangkat. Rumah produksi disana rasanya tidak perlu ambil pusing soal peredarannya yang tidak meraup laba maksimal karena rasanya niat awal dari pembuatanpun memang senagaja diperuntukan ikut serta dalam berbagai festival. Mungkin inilah yang masih mengganjal di dunia perfilman kita. Rumah produksi kita rasanya masih harus pikir panjang untuk merealisasikan proyek tema seperti ini jika ingin kembali balik modal dan pada kenyataannya pun film dengan tema seperti ini rata-rata selalu dijauhi oleh mayoritas penonton karena tone-nya yang cenderung serius.

Menjelang libur lebaran tahun ini, akhirnya satu lagi film biopik karya sineas kita kembali hadir bertajuk Sang Pencerah. Filmnya sendiri bertutur mengenai sosok K.H Ahmad Dahlan seorang tokoh pendiri organisasi islam Muhammadiyah. Cerita dimulai dari Ahmad Dahlan muda yang sebelumnya bernama Muhammad Darwis (Ihsan Tarore) yang mulai dilanda kebingungan melihat kegiatan keagamaan di lingkungannya yang sering disangkut pautkan dengan tradisi/kebiasaan yang menjurus ke hal-hal yang berbau mistis. Hal ini membuatnya memilih untuk menunaikan ibadah haji guna mempelajari islam lebih dalam.

Lima tahun kemudian, Muhammad Darwis yang sudah berganti nama mejadi Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) kembali ke kota kelahirannya dan masih melihat situasi yang sama malah kegiatan agamanya pun semakin banyak yang melenceng. Dan akhirnya Ahmad Dahlan berniat untuk melakukan perbaikan dan meluruskan hal-hal yang dianggapnya tidak benar. Dan tentu saja usahanya tersebut tidaklah mudah karena banyaknya tentangan dari para pemuka agama tua disana.

Hanung Bramantyo selaku sutradara sekaligus penulis naskah boleh saya bilang berhasil dalam menuturkan kisah seorang K.H Ahmad Dahlan. Penuturannya tidak terlalu berat seperti kebanyakan film biopik kebanyakan. Alur kisahnya mengalir dengan baik. Untuk mengatasi kebosanan penonton Hanung menyisipkan humor-humor didalamnya. Sinematografi juga setting kota Yogyakarta dimasa lampau terasa begitu nyata. Tata musik yang adapun menjadikan film semakin hidup. Khusus bagi Lukman Sardi sebagai cast utama, ia tampil begitu natural. Kharismanya sebagai seorang yang berwibawa dan pasrah berhasil ia tampilkan. Dan sekali lagi disini ia membuktikan diri sebagai aktor muda berbakat yang rata-rata berhasil dalam menghayati. Kelak ia akan menjadi aktor watak yang jempolan nantinya. Untuk jajaran pemeran lain tidak ada yang terasa mubazir, hampir semua bermain pas sesuai porsinya termasuk penampilan perdana Giring sebagai aktor. Mungkin hanya Zaskia A. Mecca lah yang kehadirannya agak kurang berkesan. Porsi tampilnya lumayan besar tapi minim dengan dialog. Ekspresi sedih atau musam mesemnya bolehlah tapi ketika mengucap dialog kok agak kurang ya. Tapi hal itu tidak terlalu mengganggu.

Diluar nilai-nilai plus yang saya sebutkan diatas sebenarnya pesan-pesan agama yang tersirat didalam rangkaian cerita kurang begitu berkesan bagi saya. Mungkin ini dikarenakan saya termasuk seorang yang lahir dan hidup dalam lingkungan keluarga Jawa yang memang masih melakukan berbagai tradisi yang rasanya harus tetap dilakukan. Dan tradisi yang dijalani pun rasanya tidak menjurus ke hal-hal berbau mistis. Namun diluar itu, kembali ke rentetan nilai plus yang saya sebutkan sudah pasti Sang Pencerah masuk dalam film yang sangat layak tonton. Bagi saya film ini berhasil memberikan saya banyak tahu akan sejarah khususnya sosok seorang K.H Ahmad Dahlan. Dan rasanya mungkin inilah persembahan karya Hanung yang paling baik dan film ini pula rasanya akan menjadi tontonan film Indonesia paling baik untuk tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar