Jumat, 30 Juli 2010

(500) Days of Summer (2009)


Cast: Joseph Gordon-Levitt, Zooey Deschanel
Director: Marc Webb
Writers: Scott Neustadter, Michael H.Weber
Genre: Comedy, Drama, Romance
Rating: 8/10

Boy meets girl. Boy falls in love. Girl Doesn't. Tagline yang sederhana namun begitu mengena bagi siapapun yang membacanya khususnya laki-laki (termasuk saya) yang mungkin mengalami apa yang digambarkan lewat tagline milik film kecil mengesankan bertajuk (500) Days of Summer.

(500) Days of Summer mengisahkan tentang seorang penulis kartu ucapan Tom Hanson (Gordon-Levitt) yang menemukan keceriaan dalam hidupnya setelah bertemu dan menjalin hubungan dengan seorang sekretaris ditempat perusahaannya bekerja, Summer Finn (Deschanel). Tom begitu yakin pada Summer bahwa ia adalah satu-satunya takdir dalam hidupnya sehingga ia begitu bersemangat menjadikan hubungan mereka lebih serius sementara Summer justru sebaliknya dikarenakan ia 'tak percaya akan namanya cinta ia menganggap hubungannya dengan Tom hanya sebatas teman.

Sebelumnya saya tidak begitu tertarik dengan (500) Days of Summer mengingat filmnya sendiri yang bergenre komedi romantis. Bukan apa-apa, melihat dari beberapa film yang dibuat belakangan ini dengan hasil yang mengecewakan membuat saya tidak begitu bersemangat untuk menonton film yang berada dalam genre ini. Dipakainya formula yang itu-itu saja dengan menghadirkan suatu kisah percintaan klise dimana sebesar apapun masalah yang terjadi antara pemeran utama pria dan wanita atau begitu besarnya perbedaan prinsip diantara keduanya tapi ujung-ujungnya tetap saja mereka akan bersatu juga dengan alasan saling mengisi satu sama lain.

Lain hal dengan (500) Days of Summer secara mengejutkan film ini tampil dengan begitu mengesankan dalam menghadirkan suatu tontonan yang enak untuk diikuti. Kisah yang dihadirkan begitu mengena karena apa yang tersaji didalamnya merupakan kisah keseharian yang tampak tidak dibuat-buat dan berlebih sehingga kita yang menontonnya pun serasa ikut masuk dalam cerita. Setiap scene yang ada terasa begitu romantis dengan tampilan rasa yang berbeda lewat penuturan non-linear yang tidak 'ngejelimet.

Marc Webb selaku sutradara dimana (500) Days of Summer merupakan karya perdananya dilayar lebar boleh dibilang berhasil dalam menuturkan kisah kasih 'tak sampai lewat editing yang sempurna plus musik yang terasa memorable dalam mengiringi setiap adegan yang ada. Mungkin ini juga dikarenakan Webb sendiri sebelumnya merupakan sutradara video klip sehingga film ini banyak scene yang begitu sejalan dengan musiknya. Satu lagi yang menurut saya ini adalah satu scene yang brillian dimana harapan dan kenyataan milik Tom Summer ditampilkan secara visual. Scene tersebut benar-benar menggelitik sekaligus terasa nyeuri dan mengingatkan saya akan masa lalu yang (sedikit) persis seperti itu.

Tanpa harus menempatkan bintang papan atas sebagai cast utama film ini lebih memilih bintang kurang terkenal (mungkin mengingat budget juga kali ya) guna mengisi pemeran utama. Dan walhasil film ini sukses dalam menampilkan suatu jalinan kedua tokoh dengan chemistry yang terlihat sangat pas. Itu terasa lewat dialog antara Tom dan Summer yang mengalir apa adanya. Joseph Gordon-Levitt tampil begitu polos nan ceria ketika sedang mengalami yang namanya jatuh cinta dilain sisi ia juga tampil dengan begitu merana ketika mengalami yang namanya putus cinta. Sementara Zooey Deschanel tampil dengan begitu egois namun disisi lain ia tampil dengan begitu manis sehingga kita sebagai lelaki pun 'tak kuasa untuk menghujatnya.

This is not a love story. This is a story about love. Ini bukan sebuah kisah cinta. Ini sebuah kisah tentang cinta. Tagline lain dari film ini. Bingung memang, tapi anda akan mengerti sendiri ketika sudah menontonnya. (500) Days of Summer saya tekankan merupakan tontonan yang wajib dicoba khususnya bagi anda yang memang sudah bosan akan tontonan komedi romantis. Tidak asal-asalan, sisi lucu sekaligus romantis ditambah musik yang manis ada pada film ini. Satu hal yang bisa dipetik...perjuangkanlah cintamu walau pahit yang 'kan terasa.

Sabtu, 24 Juli 2010

Agora (2009)


Cast: Rachel Weisz, Max Minghella, Oscar Isaac, Rupert Evans
Director: Alejandro Amenabar
Writers: Alejandro Amenabar, Mateo Gil
Genre: Drama, History, Romance
Rate: 5/10

Ada dua hal yang membuat saya tertarik untuk menonton film terbaru dari Alejandro Amenabar yang bertajuk Agora. Pertama, terpampangnya sosok Rachel Weisz dengan begitu cantik pada poster lalu cerita yang akan disajikan (katanya) mengenai seorang wanita ahli matematika, astronomi sekaligus filosofi bernama Hypatia. Nama Hypatia sendiri memang tidak begitu sering terdengar atau bahkan tidak disinggung sedikitpun dalam sejarah peradaban dunia. Padahal jasanya terhadap ilmu pengetahuan tidaklah kecil.

Dikisahkan Hypatia (Weisz) merupakan sosok wanita yang mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan didaerah tempat tinggalnya yang bernama Agora yang terletak didaerah Alexandria bagian utara Mesir. Keahliannya dalam bidang matematika, filosofi khususnya astronomi ia ajarkan kepada murid-muridnya. Banyak hal yang ia yakini termasuk menegaskan bahwa bentuk bumi itu bulat dan termasuk salah satu planet yang mengelilingi matahari yang menjadi pusat tata surya. Namun sayangnya apa yang ia yakini ditanggapi oleh kaum Kristen sebagai keyakinan penganut agama dewa atau paganisme dan hal itu tentu saja membuat kaum Kristen berang dan berniat memusnahkan bukan hanya Hypatia tetapi seluruh rakyat Agora.

Sebenarnya kisah mengenai sosok Hypatia merupakan premis yang menjanjikan guna menarik penonton atau bahkan masyarakat umum yang memang begitu tertarik akan sejarah seorang wanita yang disebut-sebut sebagai wanita pertama yang memberi kontribusi besar pada pengembangan matematika. Namun pada kenyataannya cerita mengenai Hypatia sangatlah minim dihadirkan dan sayangnya Amenabar selaku sutradara terlalu fokus pada pertikaian antar agama yang digambarkan begitu kacau dan ternyata hasilnya tidak begitu enak untuk diikuti. Jika anda pernah menonton satu tayangan sejarah mengenai perkembangan suatu agama seperti itulah adanya Agora tetapi apa yang dihadirkannya tidak lebih baik mengingat ini adalah sebuah film bukan suatu tayangan konsumsi televisi. Sehingga cerita inti sebenarnya yang berhubungan dengan Hypatia seperti beberapa pemikiran baru akan ilmu pengetahuan seakan mengganggu jalannya cerita. Mungkin hanya kisah cinta besama Davus-lah (budak Hypatia) yang sedikit penasaran tapi sayangnya hal itu juga tidak terarahkan dengan baik.

Melihat alur kisah seperti itu tentunya penonton dibuat kebingungan sendiri begitu usai menonton film ini. Kita tidak tahu apa sebenarnya yang ingin disampaikan Amenabar lewat karya terbarunya ini. Amenabar pun selaku sutradara sekaligus penulis naskah bersama Mateo Gil terlihat seperti tidak tahu pasti hendak dibawa kemana arah dan tujuan jalan cerita yang bersetting-kan zaman Mesir kuno ini. Eksekusi yang dihadirkan pun terasa sangat kurang memuaskan. Mungkin nilai plusnya adalah setting juga kostum yang dihadirkan pas dalam menggambarkan zaman yang dimaksud. Visualisasi daerah Agora terlihat detail digambarkan terlihat dari beberapa bangunan yang berdiri cukup megah.

Begitu minimnya porsi sosok Hypatyia untuk diceritakan menjadikan begitu sia-sia pula kehadiran Rachel Weisz disini walau tidak bisa dibilang mengecewakan juga (termasuk penampilan 'polos'nya ^^). Sehingga rasanya tidak perlu memasang aktris dengan akting berkualitas Oscar karena memang pada akhirnya perform sang aktris mudah begitu saja dilupakan saking tidak begitu istimewanya karakter yang diperankan. Sayang begi Weisz yang lagi-lagi film yang dibintanginya tidak mampu mengangkat namanya setelah The Brothers Bloom dan The Lovely Bones kurang begitu baik dalam peredarannya.

Sebagai sebuah tontonan yang berdasar pada sejarah Agora boleh dibilang berhasil dalam menyajikan visual yang megah namun sayangnya Amenabar seakan lupa akan fokus inti sang karakter utama yang seharusnya lebih banyak digali olehnya. Sehingga akhirnya penontonpun merasa tidak begitu penting terhadap sosok Hypatia yang sebenarnya memberikan pengaruh yang besar terhadap ilmu pengetahuan pada zaman peradaban manusia.

Kamis, 22 Juli 2010

NO REGRET (2006)


Cast: Young-hoon Lee, Nam-gil Kim
Director: Hee-il Leesong
Writer: Hee-il Leesong
Genre: Drama
Country: South Korea
Duration: 113 min

Masalah homoseksual memang selalu jadi bahasan yang tabu. Banyak kontroversi tentang keberadaran mereka yang (memang) dianggap sebagai sesuatu yang salah dan selalu tidak diterima dengan kehidupan yang mereka jalani. Kontroversi inilah yang kemudian memunculkan perlakuan masyarakat yang kurang wajar dilingkungannya karena memang apa yang mereka jalani berada diruang lingkup yang tidak wajar pula. Konsekuensi yang mereka terima pun sangatlah besar. Bukan hanya perseorangan saja yang selalu mendapat perlakuan tidak adil tapi tampaknya dalam bidang bentuk apapun yang berhubungan dengan kata homoseksualitas atau bahasa kerennya 'gay' pastinya tidak akan mendapat tempat termasuk didunia perfilman. Brokeback Mountain dan Milk contohnya meski kedua film tersebut memiliki kualitas yang jempolan lewat jalan cerita juga performa akting brilian dari para pemainnya dan masuk dalam jajaran terbaik dalam setiap ajang festival tapi kenyataannya dua film itu tidak mendapat tempat dihati penonton umum yang menganggap Brokeback Mountain dan Milk suatu film yang 'tak layak tonton. Tidak adil memang.

Ditahun 2006 ada dua film yang bertemakan gay yang bisa dibilang mewakili Asia dalam menyajikan tontonan drama bermutu, Eternal Summer dari Taiwan dan No Regret dari Korea Selatan. Khusus kali ini saya akan membahas No Regret karena memang film ini tampil dengan begitu 'terbuka' dan 'mengejutkan' untuk ukuran film Asia.

No Regret mengisahkan seorang pemuda bernama Su-min (Young-hoon Lee) yang mengadu nasib ke ibu kota (Seoul) dengan pengharapan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Berbagai macam pekerjaan mulai ia ambil sebagai buruh pabrik, sopir paruh waktu hingga OB disebuah restaurant. Tapi nyatanya usaha keras yang ia kerjakan tidaklah membawa hasil yang baik mengingat biaya hidup dikota besar amatlah tinggi. Lalu sebuah tawaran datang dari bar khusus kaum gay untuk menjadi seorang gigolo. Awalnya tawaran tersebut tidak membuatnya tertarik namun karena desakan keuangan yang makin sulit ditambah ia baru kehilangan pekerjaan akhirnya ia pun menerimanya. Perubahan mulai ia rasakan khususnya dalam hal materi yang begitu mudahnya ia dapatkan tanpa harus bekerja keras. Kini apa yang ia dapatkan jauh melebihi apa yang ia dapat sebelumnya. Hingga suatu hari munculah Jae-min (Nam-gil Kim) yang pernah ia jumpai dimasa lalu dan menaruh harapan padanya tetepi ia tolak. Kini Jae-min kembali berusaha untuk mendapatkan cinta Su-min kembali. Melihat keteguhan Jae-min, Su-min mulai bimbang antara dua pilihan, cinta ataukah pekerjaan (harta)?

Hee-il Leesong selaku sutradara dimana No Regret merupakan karya pertamanya boleh dibilang berhasil dalam mengubah kisah buatannya sendiri yang memang klise dan terlihat biasa menjadi sebuah tontonan multi konflik yang menarik. Alur cerita berjalan dengan begitu baik dalam mengisahkan kehidupan Su-min dari masa kesusahan hingga masuk dalam dunia prostitusi sampai bertemu Jae-min. Kisah cinta mereka yang memang mendapat porsi banyak dikisahkan dengan berliku dan membuat penonton penasaran akan seperti apa ujung dari romansa antara Su-min dan Jae-min. Selain itu konflik Jae-min dengan keluarganya juga beberapa orang disekitar Su-min meski hadir dengan porsi sedikit tapi tidak serta merta mengganggu jalannya cerita.

Selain peran sutradara yang pandai dalam mengatur jalannya cerita penampilan para pemainnya pun menjadi poin penting guna melengkapi sempurnanya suatu film. Young-hoon Lee dan Nam-gil Kim yang tampil sebagai cast utama berhasil tampil luar biasa dalam menjiwai karakter yang mereka mainkan khususnya dalam bagian sex scene yang secara mengejutkan ditampilkan begitu eksplisit untuk ukuran film Asia bahkan melebihi Brokeback Mountain dan Milk.

No Regret memang tampil begitu terbuka dan terkesan jujur dalam bercerita dengan dipenuhi unsur ketelanjangan pria dewasa sehingga tak satupun hal-hal positif yang dapat kita ambil setelah selesai menonton. Namun terlepas dari itu semua No Regret secara keseluruhan merupakan tontonan menarik dari jalan cerita yang dipenuhi moment-moment menyentuh dan berliku yang mengisyaratkan hubungan cinta terlarang memang 'tak akan pernah berjalan mulus. Jika film-film sebelumnya yang memiliki tema sama pada sisi eksekusi selalu diakhiri dengan tragis lain halnya dengan No Regret yang tampil dengan ending yang 'mengejutkan' sekaligus 'lucu'.

Sangat susah memang bagi kita (sebagai orang normal) untuk menikmati tontonan yang memiliki tema tabu seperti ini. Tapi, sekali lagi saya katakan No Regret merupakan film yang wajib anda coba khususnya bagi anda pecinta drama bermutu. Saran saya jika ingin menikmati film ini tanggalkan sejenak atribut 'kenormalan' anda dan berlakulah layaknya seorang pecinta film sejati.

Minggu, 18 Juli 2010

INCEPTION




Inception boleh dibilang merupakan summer movies yang paling banyak ditunggu-tunggu karena faktor Christopher Nolan yang sebelumnya sukses berat lewat film superhero adaptasi komik The Dark Knight. Selain karena faktor Nolan tercatatnya nama Leonardo DiCaprio sebagai cast utama termasuk dukungan dari Joseph Gordon-Levitt, Ellen Page dan Marion Cottilard otomatis menjadikan film ini sebagai tontonan yang sangat layak tunggu. Rasa penasaran dan antusias para moviegoer semakin memuncak ketika trailer Inception muncul dimana dalam trailer tersebut ditampilkan satu scene yang mencengangkan disaat jalanan dan gedung-gedung bertingkat terlipat dengan anehnya.

Dengan melihat beberapa trailer yang ada sebenarnya kita bisa sedikit memprediksi alur kisah film ini akan seperti apa namun seperti yang kita tahu sendiri dengan melihat kapasitas Nolan pastinya akan ada semacam gebrakan serta kejutan yang tidak menimbulkan keraguan sedikitpun.

Alur kisahnya sendiri menceritakan Dom Cobb (DiCaprio) yang memiliki kemampuan memanipulasi pikiran seseorang lewat mimpi. Dikisahkan pula bagaimana (kehidupan) keluarganya menjadi korban karena kemampuannya itu. Begitu tawaran datang dari Saito (Watanabe) yang menjanjikan kehidupan bersama keluarganya, Dom beserta rekan-rekannya (Gordon-Levitt, Hardy, Page dan Rao) akhirnya menerima tawaran tersebut meski misi yang diambilnya sangatlah sulit dengan resiko yang besar.



Dengan slot edar dimusim panas tentunya Nolan tidak ingin membuat kecewa para produser yang telah mengucurkan dana sebesar $160juta guna proyek terbarunya ini. Dengan tidak bertindak sesuka hati menerapkan rekaan alur kisah yang terasa berat, gelap dan rumit sehingga sulit untuk dinikmati oleh penonton khususnya yang hanya mencari hiburan semata Nolan tetap menerapkan sisi komersil yang terlihat dari effect yang menciptakan visualisasi megah juga suguhan aksi yang menakjubkan. Mengenai aksi meski berada dalam tema cerita yang mustahil namun aksi yang disuguhkan tidak seperti dalam film action kebanyakan yang sering berada diluar nalar. Aksi dari Dom dan kawan-kawan masih tetap berada dalam logika dan terlihat jauh lebih seru ditambah iringan score dari Hans Zimmer walau mungkin score dalam Inception terasa tidak se-menggelegar score The Dark Knight yang memang ditangani pula oleh Zimmer.

Leonardo DiCaprio sebagai cast utama tetap menampilkan aktingnya yang makin berkelas seperti yang ia tampilkan sebelumnya lewat Shutter Island. Kapasitasnya sebenarnya sama saja, coba tengok karakter yang ia mainkan dalam film besutan Martin Scorsese itu. Berperan sebagai seorang suami yang selalu dihantui oleh masa lalu dari insiden sang isteri, itulah yang ia tampilkan dalam Inception. Barisan pendukung lain juga bermain dengan pas sesuai porsinya masing-masing, mungkin Joseph Gordon-Levitt lah yang lebih mencuri perhatian dengan berhasil tampil baik dalam menerjemahkan aksi dari ide nya Nolan. Tengok saja aksi dari Arthur ketika bertarung tanpa gravitasi dikoridor hotel telihat begitu keren.

Apa yang ditampilkan Nolan lewat Inception memang berhasil membuat penonton terkagum-kagum dengan ide briliannya ditambah suguhan aksi yang seru juga effect yang megah. Ekspekstasi ketika menonton dari trailer yang menimbulkan antisipasi akan suatu tontonan yang berkualitas dan membutuhkan tingkat konsentrasi tinggi. Mungkin kasus ini sama halnya seperti apa yang menimpa pada Shutter Island yang memang berangkat dari nama sineas yang tidak diragukan lagi kapasitasnya, Martin Scorsese. Kedua film tersebut memang berhasil menyuguhkan tontonan berkualitas dengan konsentrasi tingkat tinggi. Tapi lain halnya dari segi eksekusi jika Shutter Island memberikan kepuasan yang mencengangkan, Inception hanya terasa (cukup) puas saja. Tapi sangat tidak bisa dibilang mengecewakan juga. Itu mungkin dikarenakan begitu rajinnya saya membaca review termasuk menonton semua trailer yang ada sehingga mengganggu keasyikan menonton film ini.

Sekali lagi, meski bukan termasuk karya terbaik Nolan dan berada dibawah level The Dark Knight tetapi apa yang ditampilkan lewat Inception adalah satu idenya yang jenius. Nolan sukses memaparkan cerita dalam visualisasi yang menakjubkan dengan alur kisah yang teratur lewat scene demi scene yang sempurna dan lebih dari itu kita bisa menyikapi dan mengambil pembelajaran atas apa yang dialami sang pelaku utama Dom. Pembelajaran apa itu? Tentunya anda bisa menebaknya sendiri ketika anda siap untuk masuk didunia mimpi Nolan dan menikmatinya.

Senin, 12 Juli 2010

SHREK FOREVER AFTER

Tahun 2001 banyak orang yang jatuh cinta pada film animasi yang membuat DreamWorks Animation menjadi rival terberat Disney-Pixar, Shrek. Bagaimana tidak dengan dukungan dari Mike Myers, Cameron Diaz, Eddie Murphy dan Antonio Banderas (sekuel) sebagai pengisi suara serta sajian humor-humor segar membuat Shrek yang awalnya hanya ditujukan untuk anak-anak ternyata mampu meyedot perhatian penonton dewasa. Melihat dari sisi kualitas yang bagus dan juga hasil box-office yang tinggi para produser kemudian merilis sekuel pertama ditahun 2004 dengan kualitas yang sedikit menurun tapi menuai hasil box-office yang fantastis. Seolah ingin meraih keuntungan yang lebih besar ditahun 2007 sekuel kedua Shrek kembali dirilis dan hasilnya tetap saja menuai perolehan tinggi yang berbanding terbalik dengan kualitas yang dimiliki.

Meski rasa bosan akan penuturan yang itu-itu saja dan juga humor-humor yang mulai terasa garing tidak lantas membuat para bos besar yang berada dibelakangnya menyudahi petualangan Shrek dan kawan-kawannya. Hingga pada tahun ini dibulan Mei sekuel ketiga Shrek kembali muncul.



Bagian ke-empat mengisahkan kehidupan Shrek yang berubah total setelah berkeluarga bersama Fiona dan memiliki 3 anak dan yang paling parah dirasa olehnya adalah ia tidak ditakuti lagi malah dijadikan sebagai idola oleh rakyat Far Far Away. Ditengah kebosanannya sebagai mahluk ogre yang diidolakan kemudian ia bertemu dengan Rumpelstiltskin yang memberi janji akan mengubah kehidupan Shrek kembali kesemula sebagai mahluk ogre yang mengerikan dan juga ditakuti banyak orang dengan satu syarat yang nanti akan disesali olehnya.

Shrek Forever After sangat cocok sebagai tontonan anak-anak tapi bagaimana dengan audience dewasa? Jangan berharap kita menemukan kembali humor-humor segar seperti yang kita dapat pada jilid pertama. Pada opening scene kita sudah disuguhi candaan-candaan garing yang hanya membuat kita tersenyum sungging padahal kita hanya mengikuti para penonton bocah yang tertawa. Cerita berubah menjadi lumayan menarik ketika Shrek mulai melakukan perjanjian bersama Rumpelstiltskin. Humor-humor yang disajikanpun mulai membuat kita ikut tertawa walau tidak sampai pada tingkat terbahak-bahak itupun karena adanya Puss in Boots. Ya Puss in Boots lah yang menjadi penyelamat serial ini. Karakter yang di isi suara oleh Antonio Banderas ini memang selalu lebih menarik perhatian penonton dengan tingkahnya termasuk ketika ia mulai memasang tampang memelasnya.

Secara keseluruhan Shrek bagian ke-empat ini memang tak mampu memberikan kepuasan pada penontonnya seperti pada jilid pertama bahkan pada jilid kedua sekalipun. Shrek kini hanya cocok untuk kalangan anak-anak saja. Dan sesuai judul alternatifnya yang bertajuk Shrek The Final Chapter mudah-mudahan seri yang ini memang yang terakhir dan benar-benar final. Akan tetapi jika hasil box-office yang dituai tinggi seperti para pendahulunya bukan tidak mungkin akan muncul kembali jilid ke-lima dari mahluk berwarna hijau ini.

adeeko_spears

PRINCE OF PERSIA: THE SANDS OF TIME

Prince of Persia: The Sands of Time boleh dibilang satu-satunya harapan untuk membangkitkan kembali film-film yang diadaftasi dari video game. Bagaimana tidak dibalik proyek film ini ada nama sutradara yang angkat nama lewat drama bagus Four Weddings and a Funeral, Mike Newell. Selain Newell ada nama Jerry Bruckheimer yang sebelumnya sukses lewat trilogi Pirates of the Carribean yang juga sama-sama bernaung dibawah bendera Walt Disney.



Kisah dimulai dengan asal muasal Dastan (Jake Gyllenhaal) yang awalnya hanya seorang anak yatim piatu jalanan yang kemudian diangkat sebagai keturunan kerajaan Persia. Berikutnya dimulailah kisah petualangannya hingga bertemu Putri Tamina (Gemma Arterton) yang memiliki pisau sakti berisi pasir pengembali waktu yang diincar oleh seorang pihak kerajaan Persia yang ingin mengambil alih kekuasaan yang menimbulkan fitnah terhadap Dastan. Dari sini dimulailah petualangan Dastan yang sebenarnya untuk balas dendam, melindungi pisau sakti dan cinta.

Sebagai film petualangan fantasi PoPTSoT andalan utamanya memang special effect dan juga aksi yang membuat penonton betah duduk dibangku bioskop. Jika dibandingkan dengan Clash of The Titans yang beberapa bulan lalu saya tonton PoPTSoT bisa dibilang lebih baik tapi untuk porsi aksi khususnya Dastan yang memang dalam game-nya sendiri diceritakan lihai lompat sana-lompat sini hasilnya malah terkesan lebay sehingga tidak terlalu asyik untuk ditonton.

Untuk jajaran cast-nya sendiri bagi saya tidak ada yang terlalu menonjol. Peran Dastan yang sebelumnya saya pikir cocok untuk Orlando Bloom (jika dilihat dari gambar game-nya) tapi akhirnya jatuh ke Jake Gyllenhaal terasa biasa-biasa saja tapi tidak bisa bilang buruk juga.Untuk Putri Tamina yang dikenal akan kecantikannya yang kesohor lewat Gemma Arterton terasa pas walau diawal-awal agak kurang suka. Sedang untuk Ben Kingsley yang disini berperan sebagai sosok antagonis kurang begitu terlihat sosok jahatnya mungkin dikarenakan porsinya yang memang sedikit.

Untuk Mike Newell selaku sutradara yang memang lebih banyak mengarahkan film bergenre drama sekali lagi mampu membuktikan kepiawaiannya mengarahkan film petualangan fantasi setelah sebelumnya berhasil lewat Harry Potter and the Goblet of Fire.

Secara keseluruhan PoPTSoT berhasil dalam menyajikan kebutuhan utama bagi para penikmat film yang hanya mencari hiburan semata diluar jalan ceritanya yang klise. Dan jika dibandingkan dengan film-film adaftasi game sebelumnya PoPTSoT sudah melebihi para pendahulunya terutama karya-karya buruk dari Uwe Boll. Dan apakah PoPTSoT mampu mencetak box office yang fantastis? Ketika tulisan ini saya buat untuk pemutarannya di Amerika Utara film ini hanya mampu meraup $ 59,6 juta saja. Sepertinya film-film adaftasi game memang ditakdirkan untuk tidak panen besar-besaran ya.

adeeko_spears

Minggu, 11 Juli 2010

DESPICABLE ME

Dalam urusan film animasi Disney-Pixar maupun DreamWorks boleh dibilang yang paling merajai dalam genre ini. Sudah banyaknya produk yang dihasilkan dengan perolehan box office yang tinggi ditambah kualitas animasi yang bagus membuat dua studio tersebut sukar untuk disaingi oleh studio-studio baru yang mencoba peruntungannya lewat jalur animasi. Sejauh ini mungkin Blue Sky Studios lah yang beruntung dan memantapkan diri lewat saga Ice Age juga dua karya sebelumnya seperti Horton Hears a Who! dan Robots. Dan jangan lupa ada animasi jempolan dari Sony Pictures Animation, Cluody with a Chance of Meatballs. Tahun ini kembali satu studio baru bernama Illumination Entertainment mencoba peruntungannya dengan menelurkan satu animasi perdananya bejudul Despicable Me.





Despicable Me
mengisahkan seorang pria dewasa bernama Gru yang bergelut didunia kejahatan yang pamornya tidak kunjung naik malah semakin menurun ketika penjahat baru yang lebih muda bernama Vector berhasil mencuri Piramida menggunakan alat penciut ciptaanya. Melihat berita kesuksesan si penjahat baru, Gru kemudian berniat untuk mencuri alat penciut milik Vector guna melancarkan ambisinya untuk menjadi penjahat nomor satu dengan melancarkan misi besarnya yaitu mencuri bulan. Dari sinilah dimulai adu taktik dan licik keduanya termasuk mengadopsi 3 anak yatim piatu oleh Gru yang pada akhirnya akan menyadarkannya apa sebenarnya yang dibutuhkan olehnya.

Dengan promosi yang tidak jor-joran dan penempatan jadwal rilis yang percaya diri berada diminggu-minggu demam Twilight Saga masih panas-panasnya, Despicible Me memberikan kejutan yang istimewa lewat jalinan cerita juga animasi yang jempolan.
Illumination Entertainment selaku studio animasi baru boleh dibilang berhasil dengan proyek pertamanya ini. Lupakan cerita inti yang sangat tidak mungkin karena memang begitulah adanya suatu film animasi. Lelucon-lelucon segar lewat kekonyolan dan ucap para karakter benar-benar sangat menghibur. Gru yang tampil dengan ambisi dan rencananya yang selalu gagal, Vector dengan berbagai alat super canggihnya, Dr Nefario dengan faktor usianya, 3 gadis cilik Margo, Edith terutama Agnes yang bikin gemes chiku chiku cik *cubit pipinya Agnes karena saking lucunya* dan jangan lupa para minion yang tampil dengan tingkah konyol dan bahasa anehnya juga karakter-karakter lain seperti Miss hattie, Mr Perkins dan Gru's Mom yang bukan hanya sekedar tampil dan semakin menambah kelucuan film ini.

Dari barisan cast para aktor dan aktris sukses memberikan sumbangsih suaranya yang berhasil menghidupi masing-masing karakter. Kredit khusus kita alamatkan pada Steve Carrel dengan logat anehnya berhasil membawakan Gru dan Russel Brand dengan mengejutkan mampu mengisi suara Dr. Nefario dengan sangat uzur. Selain itu yang cukup mengena ada Jason Segel yang mengisi suara Vector dan Elsie Fisher yang mengisi suara Agnes.

Dari segi cerita Despicable Me memang berada dibawah Toy Story 3 yang baru saja kita tonton. Tapi apa yang ditampilkan lewat film ini begitu mengena dihati penonton. Bukan hanya humor yang kita dapat tapi pesan yang tersampaikan lewat scene-scene sisipan kisah masa kecil Gru yang begitu menyentuh begitu jelas apa yang ingin disampaikan lewat ending animasi ini. Keluarga, yup keluarga seberapa tinggi jabatan, kekuasaan dan materi tidak akan cukup untuk menggantikan nilai yang begitu tinggi dari sebuah jalinan yang bernama keluarga.

Akhirnya secara keseluruhan Despicable Me memang suatu tontonan yang sangat menghibur dan sangat cocok untuk ditonton seluruh keluarga. Dan rasanya sangat tepat memasukan film animasi ini sebagai film yang layak tonton ditahun ini. Dari segi cerita dan animasi yang jempolan dan membuat para penonton puas tentunya memberikan kepercayaan diri bagi Illumination Entertainment untuk merilis karya-karya selanjutnya yang mungkin akan menyaingi Disney-Pixar. Let See!!!

Jumat, 09 Juli 2010

The Twilight Saga: Eclipse

Rasanya baru kemarin kita disuguhi tontonan hubungan janggal antara manusia dengan vampir lewat franchise yang kini menjadi fenomena dikalangan remaja. Dan kurang dari setahun jilid ke-3 Eclipse yang sudah ditunggu-tunggu para Twi-Hards (sebutan para fans berat Twilight) akhirnya resmi dirilis 30 Juni. Antrian panjang dengan tiket yang selalu soldout membuktikan betapa antusiasnya para Twi-Hards menunggu kisah favoritnya ini.



Dengan melihat pencapaian hasil box office yang luar biasa lewat New Moon, Summit Entertainment selaku rumah produksi mematok jadwal edar yang berbeda dari dua jilid sebelumnya dan dengan percaya diri merilis Eclipse dibulan Juni bersaing dengan summer movies lainnya. Dan walhasil Eclipse masih menunjukan keperkasaanya dengan mengumpulkan $176 juta hanya dalam sepekan untuk Amerika Utara saja dan $300 juta secara worldwide.

Eclipse masih befokus pada cinta segitiga antara Edward Cullen, Bella Swan dan Jacob Black. Disamping itu Victoria masih melancarkan dendam kesumatnya dengan masih mengincar Bella dan membentuk pasukan vampir guna melawan keluarga Cullen ditambah kumpulan manusia serigala yang turut membantu melindungi Bella.

Sebenarnya apa yang kita harapkan setelah memutuskan untuk menonton film ini? Suatu tontonan kisah cinta aneh yang berujung romantis? Atau penasaran bagaimana serunya pertempuran sekumpulan manusia serigala melawan pasukan vampir? Atau hanya ingin melihat vampir bling-bling dan manusia serigala yang memiliki tubuh super bagus lewat sosok Edward Cullen dan Jacob Black? Atau anda hanya penasaran dan iseng saja?

Kisah cinta yang diramu dan diharapkan romantis tidak terasa disini malah terlalu sentimentil untuk ukuran cowok yang pastinya berbanding terbalik dengan persepsi para remaja putri. Pertarungan antara manusia serigala dan vampir juga tidak begitu wah. Mungkin melihat aksi serigala menerkam para vampir boleh lah dikata cukup seru tapi melihat vampir melawan vampir lain kurang terasa asyik dilihat dan tampak seperti pertarungan para prajurit diserial kolosal yang sering diputar ditv swasta kita hanya effectnya saja yang terlihat lebih bagus.

Para cast seperti Kristen Stewart tetap melanjutkan perannya dan memang 'tak ada peningkatan dalam karakternya. Begitupun Robert Pattinson masih tetap saja seperti itu walau untuk tampilannya yang sekarang boleh dibilang ada peningkatan dan tidak menampakan sosoknya yang bagai vampir paling murung sedunia ketika tampil di New Moon kemarin. Sementara untuk Taylor Lautner boleh dibilang semenjak New Moon justru dirinya lah yang paling menonjol terlepas dari perubahan drastisnya. Bryce Dallas Howard yang menyingkirkan Rachelle Levefre dalam memerankan Victoria justru yang paling dipertanyakan kemunculannya seperti halnya Dakota Fanning dulu. Peran dari putri sineas Ron Howard ini tidaklah berkesan dan rasanya sayang memakai aktris yang punya nama cukup terkenal hanya untuk karakter seperti Victoria. Apakah ini hanya satu strategi perusahaan untuk semakin mendongkrak film ataukah hanya strategi dari sang aktris sendiri yang numpang menaikan pamornya kembali. Tapi yang jelas, memakai atau tidaknya artis yang punya nama sebagai cast pendukung tidaklah penting toh franchise ini sudah memiliki fan base yang kuat.

David Slade selaku sutradara yang karya sebelumnya kita kenal lewat 30 Days of Night ternyata tidak bisa memberikan atmosfer baru. Cukup serunya 30 Days of Night lewat segi action tidak mampu membawa Eclipse ketingkat action yang lebih baik. Action scene yang dihadirkan terlalu biasa dan tidak berkesan. Dan akhirnya Aclipse tetap dipenuhi sajian yang mellow.

Rasa penasaran akan film ini dan memutuskan untuk menonton, melewati antrian yang panjang dan akhirnya mendapat tempat duduk paling depan ujung-ujungnya hanya kekesalan dan kekecewaan yang didapat setelah melihat scene demi scene yang tersaji. Mungkin poin plus yang didapat dari Eclipse adalah musik-musik yang keren. Saya rasa mendengarkan soundtrack dari Eclipse lebih asyik ketimbang menonton filmnya sendiri. Terakhir, ini hanyalah pendapat dari saya yang mungkin mewakili dari sedikit penonton yang kecewa akan film ini. Dan jika kita tengok pendapat kritikus luar pun hampir semua bernada sama dan memberikan nilai yang buruk untuk franchise ini. Tapi terlepas dari buruknya penilaian kritikus para Twi-Hards tetap setia dan siap membela mati-matian kisah kesayangannya ini dan hasilnya Twlight Saga tetap berjaya!!!

Selasa, 06 Juli 2010

KICK ASS

Apa yang terlintas dipikiran anda ketika saya menyebutkan beberapa nama superhero seperti Big Daddy, Hit Girl, Red Mist atau Kick Ass? Saya yakin nama-nama superhero yang saya sebutkan tadi begitu asing ditelinga kita karena memang kalah pamor jika dibandingkan dengan superhero seperti Batman, Superman, Spiderman bahkan dengan kawanan superhero X-Men sekalipun.



Big Daddy, Hit Girl, Red Mist dan Kick Ass adalah tokoh komik rekaan Mark Millar yang berhasil diadaptasi kedalam pita seluloid lewat arahan sutradara yang sebelumnya mengarahkan film fantasi Stardust, Matthew Vaughn. Kick Ass juga merupakan karya kedua Millar dimana karya sebelumnya Wanted terlebih dahulu diadaptasi dengan raupan box office yang memuaskan. Mungkin berkaca dari torehan Wanted-lah akhirnya Lionsgate memutuskan untuk mengadaptasi karya Millar yang satu ini dengan pengharapan yang lebih baik paling tidak menyamai Wanted.



Kisahnya sendiri lebih fokus pada sosok Dave Lizewski (Aaron Johnson)yang berkeinginan menjadikan dirinya sebagai the real superhero. Petualangan awal dirinya melakoni sebagai sosok superhero tidaklah mudah, dia malah mendapatkan insiden yang mengharuskan seluruh tubuhnya dipasang besi guna menopang organ yang rusak parah karena insiden tersebut. Tetapi insiden tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk melanjutkan perannya sebagai sosok superhero dan disuatu kesempatan dirinya mendapat moment yang dirasa tepat untuk menunjukan jati dirinya sebagai the real superhero dan membuatnya dengan cepat menjadi terkenal. Dalam aksi selanjutnya Kick Ass kemudian bertemu dengan sosok Hit Girl (Chloe Moretz) dan Big Daddy (Nicolas Cage) yang kebetulan memang memburu para mafia bawahan Frank Damico (Mark Strong) guna membalas dendam. Dari sinilah dimulai aksi dari ketiga superhero tersebut.

Dilihat dari sinopsis juga poster yang memang berwarna-warni KIck Ass tampaknya sebuah tontonan yang pas untuk seluruh keluarga. Tapi anda jangan kecele dengan sinopsis begitupun posternya karena isi dari film ini justru jauh dari sebuah tontonan yang diperuntukan untuk semua umur. Unsur kekerasan dalam film ini boleh dibilang cukup tinggi. Aksi dari Hit Girl contohnya dimana ketika ia membantai kawanan mafia begitu sadis ditampilkan yang memperlihatkan bagaimana bagian-bagian tubuh manusia dengan mudahnya terpotong. Tapi anda jangan kuatir lantas berpikiran bahwa ternyata Kick Ass adalah tontonan yang 'tak patut untuk disimak. Kick Ass jauh dari kesan itu. Porsi kekerasannya memang banyak tapi hal itu diakali dengan banyaknya pula sisipan humor didalamnya yang menjadikan film ini begitu enak untuk ditonton.

Dari barisan cast Nicolas Cage yang memerankan sosok Big Daddy juga Aaron Johnson sebagai Kick Ass tidaklah mengecewakan tapi yang menjadi bintang dalam kisah ini adalah Hit Girl yang berhasil dimainkan oleh Chloe Moretz. Begitu asyiknya melihat aksi gadis cilik satu ini dalam membantai para penjahat.




Setelah kita melewati beberapa film sampai pertengahan bulan April termasuk Alice in Wonderland yang nyatanya tidak terlalu istimewa atau remake Clash of the Titans yang tidak seru akhirnya Kick Ass lah film pertama yang benar-benar menghibur. Meski dilihat dari hasil box office tidak begitu menggembirakan tapi Kick Ass memiliki kualitas jauh diatas Wanted yang sama-sama lahir dari tangan seorang Millar. Dan jika para produser tidak terlalu ambil pusing dengan hasil raupan box office dan berniat melanjutkan kembali aksi Kick Ass juga Hit Girl para moviegoer yang sudah jenuh dengan para superhero yang pamer kekuatan mustahilnya tentunya amat antusias menunggu rencana sekuel ini karena jika dilihat dari endingnya pun terasa begitu luas pintu rencana untuk lanjut kejilid kedua. Bukan begitu? betul betul betul...

KICK ASS...I CAN'T FLY BUT I CAN KICK YOUR ASS d^^b

Senin, 05 Juli 2010

Knight And Day

Coba tengok dua film terakhir yang dibintang utamai oleh Tom Cruise, Lions For Lambs dan Valkyrie apa kedua film tersebut mengena dihati anda? Saya rasa tidak. Tampak dari awal memang film tersebut seakan hanya ingin diikut sertakan lewat ajang festival saja sehingga tidak mengherankan jika perolehan labanya pun tidak memuaskan. Tapi sayang pada kenyataannya pun Lions For Lambs dan Valkyrie tidak dilirik para juri festival untuk ikut serta dalam jajaran yang terbaik. Hanya lewat Tropic Thunder lah ia berhasil angkat nama lewat tampilan sekilas yang hebatnya membuahkan nominasi Golden Globe untuk dirinya. Dan ditahun 2009 ia otomatis tidak bermain dalam satu film pun.

Seakan ingin membuktikan bahwa namanya masih diperhitungkan guna kelarisan suatu film akhirnya tahun ini ia mengambil jalur action yang rasanya memang territory inilah tajinya bisa bersinar. Dan memang tepat bagi Tom Cruise bermain dalam genre ini mengingat sudah 4 tahun semenjak Mission: Impossible III ia tidak lagi menunjukan aksinya sebagai bintang action.

Knight and Day itulah judul terbaru filmnya Cruise. Di film ini ia kembali dipasangkan dengan Cameron Diaz yang sebelumnya bermain bersama dalam Vanilla Sky. Sedang untuk jabatan sutradara ditunjuk James Mangold yang sebelumnya pernah menangani Girl, Interrupted, Walk the Line dan terakhir 3:10 to Yuma.



FIlmnya sendiri mengisahkan seorang agen rahasia Roy Miller (Cruise) yang bertugas meyelamatkan sebuah baterai yang memiliki energi tanpa batas yang banyak diincar oleh berbagai pihak yang 'tak bertanggung jawab. Dalam perjalanan tugasnya secara 'tak sengaja ia bertemu dengan June Havens (Diaz) yang akhirnya ikut terlibat dalam misi penyelamatan sumber energi tanpa batas itu.

Daya tarik utama film ini tentu adanya nama Tom Cruise dan Cameron Diaz didalamnya. Para fans tentunya rindu dengan aksi kedua bintang tersebut karena memang dua film terakhir mereka berada dijalur drama. Cruise lewat dua film yang sudah saya sebutkan diatas sementara Diaz lewat My Sister's Keeper dan The Box. Untuk James Mangold selaku sutradara namanya memang bukan satu nilai jual guna menjamin kesuksesan suatu film. Tengok saja hasil peredaran dari film arahannya yang saya sebutkan tadi tidak ada satupun yang mengantarkan keperolehan laba yang menguntungkan. Tapi perlu ditimbangkan kembali bagi kita yang sanksi akan karya terbarunya ini. Terlepas dari raupan keuntungan yang 'tak memuaskan ketiga film yang saya sebutkan diatas berhasil masuk dalam bursa Oscar. Karena prestasi itulah kita patut menengok juga karyanya yang satu ini.

Cruise dalam memainkan perannya memang tampil dengan baik dan berhasil membuktikan dirinya masih jago dalam melakukan berbagai aksi walau dalam beberapa scene ada yang dirasa kurang pas. Contoh, walau scene ini bukanlah scene penting tapi bagi saya rasanya agak maksa ketika tokoh Roy keluar dalam air yang mengingatkan kita pada scene-nya Bond. Jika Bond terkesan begitu gagah lain halnya dengan Roy yang dimainkan Cruise terkesan tuwir. Untuk Diaz perannya June Havens terasa begitu pas sehingga kehadirannya tidak hanya sebagai tempelan pemanis belaka. Tingkah konyol dan kelucuannya malah menambah seru aksi dari Cruise. Sementara dibarisan cast pendukung tidak ada yang istimewa kecuali Paul Dano walau porsinya 'tak begitu banyak karakter yang ia mainkan lumayan berkesan.

Knight and Day akhirnya memang suatu tontonan yang fun. Bagi saya setelah menonton film ini rasanya memang benar-benar terhibur oleh sajian yang ada didalamnya. Lupakan aksi kejar-kejaran yang tidak mungkin lupakan pula dengan anehnya sang tokoh utama tidak terkena tembakan satupun karena memang inilah resep dari film action selalu ada saja adegan diluar nalar. Dan satu alasan lagi mengapa saya begitu menikmati aksi dari Cruise difilm ini yang katanya disetiap aksinya terlihat klise dan mengingatkan pada trilogy Bourne atau jauh jika dibanding aksinya ketika berperan sebagai Ethan Hunt atau dalam Minority Report. Tapi untungnya saya belum menonton film-film yang dimaksud itulah mengapa saya begitu terhibur dengan film action comedy ini. Terakhir saran saya, karena film ini masih diputar ditengah-tengah hingar bingarnya Eclipse dan anda tidak beruntung mendapat tiket untuk menonton franchise yang sentimentil itu cobalah untuk menyempatkan diri menonton film ini dijamin anda akan terhibur.

Jumat, 02 Juli 2010

Toy Story 3

Disney-Pixar boleh dibilang sebagai jagoannya dalam urusan film animasi. Bagaimana tidak semua produk hasil rekaan Disney-Pixar selalu diterima baik dengan kualitas yang bagus juga hasil raihan box office yang tinggi. Sebut saja Toy Story 1 & 2, A Bug's Life, Monster Inc., Finding Nemo, The Incredibles, Cars, Ratatouille, Wall-E dan yang terakhir Up. Dan hampir semua karakter dimasing-masing animasi yang saya sebutkan tadi selalu berkesan pada penonton sebut saja Russel dalam Up atau Wall-E. Tapi tentu saja yang paling membuat penonton jatuh hati dan menjadi idola anak-anak si ikan badut Nemo dalam Finding Nemo dan Woody atau Buzz dalam Toy Story.



Khusus untuk Toy Story boleh dibilang animasi yang satu ini adalah produk andalan dari Disney-Pixar. Bagaimana tidak animasi ini sudah dibuat dalam dua jilid yang menghasilkan raihan box office tinggi dengan kualitas bagus. Jilid pertama dirilis pada tahun 1995 yang meraup $358,1 juta dan jilid kedua dirilis tahun 1999 dengan raihan box office yang jauh lebih tinggi $485,7 juta. Dengan alur cerita yang segar, karakter-karakter yang lucu membuat franchise ini menjadi tontonan yang sangat menghibur dan tidak bosan-bosannya untuk ditonton berulang-ulang. Sehingga ketika mendengar kabar bahwa akan dibuat jilid ke-3 antusias para moviegoer sangat besar terhadap rencana ini. Dan akhirnya 11 tahun kemudian ditahun ini tepatnya bulan Juni tanggal 18 Toy Story 3 resmi dirilis dengan tambahan tontonan secara 3 dimensi.



Jilid ke-3 ini mengisahkan Andy yang sudah memasuki jenjang perguruan tinggi yang sudah tidak lagi memainkan mainan-mainan favoritnya semasa ia kecil. Woody, Buzz beserta mainan lainnya dilanda stress yang luar biasa ketika mengetahui mereka akan dibuang karena 'tak terpakai lagi. Namun justru Andy berniat meyimpan semua mainannya diatas loteng kecuali Woody. Tapi tanpa sengaja sang ibu membuang mainan tersebut karena mengira itu adalah barang yang 'tak terpakai. Singkat cerita dengan kelihaian kawanan mainan tersebut akhirnya mereka bisa lolos dari dalam kantong dan masuk kedalam kotak mainan lain yang akan disumbangkan ke tempat penitipan anak bernama Sunnyside. Disana mereka bertemu dengan mainan lain salah satunya Lotso, boneka teddy bear berwarna pink dengan aroma strawberry. Tapi tanpa mereka sadari kebaikan awal Lotso menjadi mimpi terburuk bagi Buzz dan kawanannya. Sementara Woody yang terpisah dan dibawa oleh seorang gadis kecil bernama Bonnie dan bertemu dengan mainan lain salah satunya Chuckles yang menceritakan bahwa Sunnyside adalah tempat terburuk bagi para mainan. Dari sini dimulai petualangan Woody untuk menyelamatkan teman-temannya dan juga untuk kembali ke Andy.

Tidak seperti Shrek yang terkesan dipaksakan dalam seri franchisenya, Toy Story justru jauh dari kesan tersebut. Cerita yang disajikan benar-benar segar dengan sajian humor yang membuat kita puas tertawa dari tingkah laku para karakternya. Dengan penambahan beberapa karakter baru tidak membuat film ini menjadi rame teu puguh justru menambah kelucuan tersendiri. Contoh, siapa yang tidak geli melihat scene Ken untuk pertama kalinya bertemu dengan Barbie atau boneka bayi yang sudah usang tapi tampak seperti preman dengan beberapa coretan ditubuhnya juga sikecil Bonnie dengan sifat pemalunya.

Disney-Pixar selain lihai dalam menyajikan tontonan segar karena humor-humornya tetapi juga bisa membuat penonton haru dengan sisipan scene menyentuhnya. Mungkin masih ingat dengan beberapa scene menyentuh dalam Wall-E atau Up. Pun demikian dengan Toy Story 3 dimenit-menit terakhir kita disuguhi scene yang membuat mata kita berkaca-kaca sehingga menjadikan ending animasi ini benar-benar puas.

Satu lagi ciri khas Disney-Pixar dimana sebelum pemutaran utama film diawal penonton disuguhi dengan short animation. Masih ingat betapa bagusnya short animation dalam Up begitu juga dengan short animation Day and Night pembuka Toy Story 3 benar-benar lucu dan segar. Juga disetiap akhir pemutaran film selalu ditampilkan ending credit yang membuat penonton masih betah duduk.

Akhirnya secara keseluruhan Toy Story 3 berhasil memuaskan para penonton akan hiburan dengan kualitas animasi yang jempolan. Hingga bulan ini mungkin film animasi inilah yang menjadi tontonan paling komplit (tawa dan sedih jadi satu) sekaligus menghibur. Jika seri Shrek dirasa semakin bosan karena jalan ceritanya yang semakin melempem dan membuat penonton tidak ingin lagi melihat aksi makhluk berwarna hijau ini lain halnya dengan Toy Story kita justru semakin ketagihan dan penasaran aksi apalagi yang akan ditampilkan lewat sekumpulan mainan dan akhirnya kita mau lagi lagi lagi lagi....